Dinasti Atut, Masalah Buat
Loe?
| 14 October 2013 | Dibaca: 1024
Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah (kiri) dan adik kandungnya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (kanan)
| KOMPAS IMAGES
Presiden tercinta, SBY, ibarat
menepuk air didulang, terpercik muka sendiri. Beliau tidak tahan berkomentar
soal dinasti politik di Banten sementara ia lupa bahwa ada banyak kerabatnya
yang ikut serta dalam percaturan politik nasional. Bahkan SBY pernah dikritik
karena mengangkat iparnya PEW sebagai KASAD, dimanakah sindiran ini harus
diletakkan?
Ratu Atut memang memiliki
keluarga yang sekarang berkuasa di Banten, lalu adakah yang salah dengan itu?
Bukankah budaya dari tanah Jawa hingga Nusantara untuk selalu mengedepankan
keluarga dibanding orang yang dianggap lain dan asing? Sebutlah kebiasaan orang
Sunda/Banten yang tidak punya tradisi merantau itu, mereka cenderung
merekomendasikan keluarga dan kerabat mereka untuk bekerja di tempat mereka
anggap ada kesempatan untuk penghidupan. Mulai dari kelompok pekerja bangunan,
TKI, TKW dan apalagi soal pemerintahan.
Demikian pula orang Jawa yang ada
di Jakarta atau luar pulau yang sumpek itu, mereka akan mencoba mengajak sanak
saudaranya jika mereka sudah cukup mapan dan menganggap akan membantu kehidupan
orang tua mereka di kampung halaman. Itulah tradisi umumnya.
Mungkin ada pengecualian dengan
perantau asal Sumatra (Batak), misalnya, mereka cenderung menolak bekerja
dengan saudaranya (Semarga) karena resiko kerluarga pecah jika terjadi
percekcokan ditempat kerja atau karena pekerjaan.
Kembali ke Banten,
Ratu Atut bukanlah seorang yang
harus dipersalahkan jika itu soal kekuasaan keluarganya di seantero Banten.
Yang harus dipertanyakan adalah kenapa masyarakat Banten mau memilih orang yang
notabene ada hubungan kerabat dengan sang Gubernur? Artinya, jika seluruh
keluarga Atut mencalonkan diri dari nenek hingga bayi yang baru dikandungan
boleh saja jika itu memenuhi syarat. Persoalannya kemudian adakah yang memilih?
atau jika rakyat Banten menghendaki dan mau memilih, kita bisa apa?
Kita juga tidak bisa berbuat
sesuatu ketika SBY memilih PEW menjadi Kasad. Pun demikian ketika anak SBY
menjadi petinggi di Demokrat atau anggota keluarganya yang lain yang menjadi
urutan nomor 1-2 di dapil masing masing dalam bursa Caleg mendatang.
Politik dinasti atau dinasti
politik tentu berbeda makna, namun ada persamaannya yaitu, sama sama memiliki
anggota keluarga dalam berbagai generasi yang turun temurun. Dan sekali lagi
bukanlah soal apakah itu halal atau haram, melainkan apakah bisa berlangsung
dan disukai masyarakat atau tidak.
Yang berbahaya dari sebuah
kekuasaan adalah ketika ada yang sedang berkuasa sementara ada anggota keluarga
lain yang berusaha (menjadi pengusaha). Kekuasaan dan pengusaha yang memiliki
hubungan keluarga akan mudah saling bersinergi untuk melakukan kolusi dan
manipulasi.
Konon rakyat Indonesia sudah
pintar, lalu kepintaran macam apakah yang dimiliki jika kita hanya mengharapkan
perubahan pembangunan sebuah daerah dari satu keluarga yang sedang memperkaya
diri dan ingin berkuasa dengan membagi bagikan uang hanya saat akan terjadi
pemilihan umum?
Sementara itu, para pemikir
termasuk ICW atau lawan politik Atut sendiri juga harus cerdas memilah masalah
yang mereka permasalahkan. Selama ini sudah terjadi kesemrawutan topik yang
dipermasalahkan antara Dinasti politik keluarga Atut disatu sisi dan kekayaan
keluarga itu disisi lain.
Jika memang yang dipermasalahkan
soal keluarga Atut yang banyak berkuasa dari TangSel hingga Serang dan
seterusnya, maka kembali pada hal diatas, rakyat Banten yang mau.. jadi masalah
buat loe?
Kalau yang dipersoalkan soal korupsi dan mungkin
soal proyek yang bernilai trillyunan Rupiah itu, maka tidaklah elok
mencampurbaurkannya dengan soal dinasti politik. Kalau mau silahkan ICW,
pengamat politik dll melakukan edukasi dan kampanye kepada masyarakat “pintar”
diseluruh Indonesia (terutama Banten) agar menghindari memilih seorang calon
yang sudah punya keluarga yang berkuasa, karena cenderung korup, misalnya.
Sementara Itu, bapak yang terhormat Presiden, tidak
perlu membuat acara konferensi pers hanya demi istilah dinasti politik
sementara sendirinya punya hingga 15 orang kerabat yang sedang ingin mendapat
gaji dari negara melalui jalur politik.
Presiden sepertinya lebih baik ikut mencari Bunda Putri yang hilang…
Presiden sepertinya lebih baik ikut mencari Bunda Putri yang hilang…
OPINI:
Menurut saya: dinasti politik/kekuasaan baik di
pemerintahan atau dipolitik jelas sangat bermasalah di Indonesia. Bila fokus
pada kasus di banten, maka sangat jelas dinasti sangat bermasalah pada mereka
yang peduli akan pemberantasan korupsi dan kesejahteraan rakyat. Mereka yang menganggap hal ini bukan masalah bisa jadi termasuk
orang yang ikut menikmati atau kecipratan berbagai kegiatan kotor dari dinasti
tersebut, paling minim tidak peduli dengan masifnya korupsi yang terjadi
terutama yg dilakukan oleh dinasti politik/kekuasaan. Dan seharusnya kekuasaan
yang di pegang oleh dinasti jelas tidak
akan berusaha agar rakyatnya sejahtra dan keluar dari kemiskinan/kebodohan.
sumber: http://politik.kompasiana.com/2013/10/14/dinasti-atut-masalah-buat-loe-601535.html
MULIA ESTUARI
NPM: 16113204
MULIA ESTUARI
NPM: 16113204
Tidak ada komentar:
Posting Komentar